CNN Indonesia
Jumat, 16 Mei 2025 20:07 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Dewan Energi Nasional (DEN) mengkhawatirkan sengketa aset akomodasi nuklir antara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan BUMN PT Industri Nuklir Indonesia (Persero) alias Inuki mengganggu rencana Presiden Prabowo Subianto membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Anggota DEN Agus Puji Prasetyono mengatakan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) bakal ke Indonesia pada Juni. Dia cemas kisruh ini mempengaruhi penilaian IAEA terhadap kesiapan Indonesia mengelola nuklir.
"Saya minta ini bisa diselesaikan tuntas dalam waktu tiga minggu lantaran sebelum IAEA ini kita sudah kudu selesai semua. Kita kudu dengan bangga menunjukkan bahwa kita bisa mengoperasikan," ujar Agus pada rapat dengan Komisi XII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (15/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agus memahami memang kehadiran IAEA tidak konsentrasi mengecek persoalan pengalihan aset Inuki. Mereka datang untuk mengecek keahlian BRIN mengelola nuklir dan memastikan tidak ada produksi senjata nuklir.
Meski demikian, dia cemas IAEA meletakkan perhatian terhadap persoalan aset ini. Terlebih lagi jika ada demonstrasi masyarakat menolak nuklir saat kunjungan IAEA.
"Kami terus terang saja PLTN ini jangan sampai terimbas, itu nan paling krusial lantaran PLTN ini sarat dengan politis. Ini kudu kita amankan," ujarnya.
Komisi XII DPR pun mendorong BRIN dan Inuki menyelesaikan persoalan ini secepatnya. Mereka meminta persoalan rampung sebelum IAEA datang ke Indonesia.
"Ini paling lambat 26 Mei kita sudah clear-lah ini masalah. Saya pikir kita percepatan saja ya. Bisa, Pak?" ujar Ketua Komisi XII Bambang Patijaya.
"Kita upayakan, Pak, lantaran ini kan juga dengan Bu Menkeu dan Pak Presiden juga," ucap Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.
Sebelumnya, akomodasi pengolahan nuklir di Science Techno Park Habibie, Serpong, Tangerang Selatan menjadi sengketa di antara BRIN dengan Inuki.
BRIN menyatakan Inuki mengelola nuklir tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mereka mau mengambil alih aset tersebut.
Pengalihan aset sempat disetujui dengan akibat BRIN menanggung biaya dekontaminasi dan pengolahan limbah sekitar Rp70 miliar. Namun, Kementerian Keuangan belum merestui lantaran nomor itu jomplang dengan nilai hibah aset nan hanya Rp20,9 miliar.
"Sehingga itu sebabnya kami belum bisa menindaklanjuti. Meskipun secara informal, sebenarnya saya terus melakukan pendekatan ke Bu Sri Mulyani, Pak dan ke Pak Dirjen gimana ini. Karena kita enggak bisa berlama-lama," ungkap Handoko.
[Gambas:Video CNN]
(dhf/sfr)