Jakarta, CNN Indonesia --
Aktris dan penyanyi Ashanty mengaku menjalani prolonged fasting selama total lima hari alias 120 jam. Dalam kurun waktu itu, dia hanya mengonsumsi air putih, air garam, teh, dan kopi tanpa kalori.
Bukan untuk menurunkan berat badan, metode ini dilakukan Ashanty untuk menjaga kesehatan tubuh agar otaknya lebih maksimal jelang ujian proposal disertasi S3-nya.
Tapi, apa betul puasa lebih dari 100 jam memang berfaedah untuk kesehatan?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter Jessica Louisa, nan mengepalai Medical Check Up di Bethsaida Hospital, Serpong, Tangerang mengakui puasa prolonged fasting bisa mendetoksifikasi tubuh alias menyembuhkan beragam penyakit. Hanya saja, dengan puasa selama itu, artinya tubuh juga kehilangan asupan beragam nutrisi.
Lagi pula, menurut dia, membersihkan pencernaan cukup dengan memperbanyak asupan makanan berserat seperti sayur dan buah, tanpa perlu mengorbankan nutrisi krusial lainnya.
"Bahkan secara medis pun terbukti daripada puasa 100 jam lebih, bakal lebih baik jika memperhatikan asupan makanan nan bisa dilakukan seumur hidup," kata Jessica saat ditemui usai menghadiri aktivitas Kolaborasi Strategis Bethsaida Healthcare dengan IHH, GAH & Indo Medivac di Bethsaida Hospital, Gading Serpong, Tangerang, Selasa (29/4).
Puasa dalam waktu lebih dari 100 jam tentu bukan tanpa risiko. Apalagi, tubuh manusia juga tetap memerlukan asupan makanan nan cukup setiap hari.
"Sudah pasti bagi kita [puasa 120 jam] bukan perihal nan bagus, manusia itu kebutuhan makan itu kudu tercukupi," jelas Jessica.
Bisa berbahaya
Jessica juga memperingatkan bahwa puasa ekstrem bisa berbahaya, terutama bagi perseorangan nan mempunyai masalah kesehatan tertentu.
"Kalau pada pasien nan punya kencing manis alias riwayat sakit jantung, itu tidak disarankan. Karena metabolismenya sudah terganggu, puasa segitu lama justru bisa memperburuk kondisi," katanya.
Alih-alih melakukan puasa ekstrem, Jessica lebih merekomendasikan pola makan sehat. Tetap makan tiga kali sehari dengan komposisi seimbang antara karbohidrat, protein, lemak sehat, dan serat.
Ilustrasi. Puasa selama lebih dari 100 jam seperti nan dilakukan Ashanty berisiko untuk golongan tertentu. (iStockphoto/clubfoto)
Senada dengan Jessica, master ahli gizi Johanes Chandrawinata secara tegas menyatakan bahwa puasa 100 jam tanpa makan apa pun tidak baik untuk kesehatan.
"Puasa tidak makan apa pun dan hanya minum air putih saja tentu mengurangi asupan kalori hingga 0, lantaran air putih bebas kalori," jelas Johanes.
Johanes pun merinci beragam akibat serius dari prolonged fasting selama lebih dari 100 jam.
1. Penurunan berat badan
Penurunan berat badan memang bakal terjadi setelah berpuasa selama 100 jam lebih. Namun, bukan hanya lemak nan berkurang, tapi juga massa otot.
"Terjadi penurunan berat badan dengan penurunan massa lemak dan otot, juga terjadi defisiensi beragam vitamin dan mineral nan dibutuhkan oleh tubuh manusia," tegasnya.
2. Penurunan metabolisme tubuh
Tubuh merespons puasa 100 jam dengan langkah menurunkan tingkat metabolisme secara drastis. Hal ini dapat mempercepat kenaikan berat badan setelah puasa selesai.
3. Efek rebound berat badan
Setelah puasa berakhir, nafsu makan meningkat, rasa kenyang menurun, sehingga berat badan sigap kembali naik apalagi bisa melampaui berat badan semula.
4. Risiko penyakit lambung
Puasa 100 jam juga jelek bagi penderita penyakit lambung akut dan kronis lantaran dapat memperburuk gejala.
(tis/asr)