Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya dalam menerapkan prinsip industri hijau pada sektor manufaktur melalui Forum Industri Hijau (FIH) Nasional 2025 di Bandung, Rabu (30/4).
Forum ini merupakan pra-kegiatan menuju The 2nd Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 nan dijadwalkan berjalan pada 20-22 Agustus mendatang di Jakarta International Convention Center (JICC).
Mengusung tema 'Mendorong Implementasi Industri Hijau di Indonesia', forum ini menjadi arena kolaboratif untuk memperkuat komitmen seluruh pemangku kepentingan dalam mendorong transisi industri menuju praktik nan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, dalam sambutannya menyampaikan bahwa krisis suasana dunia menuntut langkah-langkah konkret dan terukur dari semua sektor, termasuk industri manufaktur.
"Forum ini menjadi momentum awal dalam membangun konsolidasi, menyampaikan inovasi, dan memperkuat komitmen menuju AIGIS 2025," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (30/4).
Dalam paparannya, Faisol menekankan pentingnya transformasi menuju industri hijau nan sejalan dengan peta jalan Net Zero Emission (NZE) sektor industri. Indonesia menargetkan pengurangan emisi antara 31 persen hingga 43 persen pada 2030, dan menuju pencapaian NZE di 2050.
Dalam mendukung sasaran tersebut, pemerintah tengah menyiapkan revisi terhadap Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon, serta penyusunan izin emisi industri berbasis letak akomodasi produksi.
"Kebijakan ini bakal mengatur pengendalian emisi polutan udara dan pengurangan emisi gas rumah kaca, penetapan pemisah atas emisi gas rumah kaca, sistem perdagangan karbon wajib (Emission Trading System/ETS) sektor industri, serta penetapan nilai karbon mandatory," jelasnya.
Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza. (Foto: Arsip Kemenperin)
Upaya tersebut diperkuat dengan beragam inisiatif lintas sektor nan mendorong efisiensi energi, penerapan teknologi rendah karbon, hingga penguatan prinsip ekonomi sirkular, termasuk untuk pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM).
Sebagai informasi, forum ini dihadiri lebih dari 300 peserta dari kalangan pemerintah pusat dan daerah, pelaku industri, akademisi, hingga organisasi internasional seperti WRI Indonesia dan IESR. Ajang ini tidak hanya menjadi wadah sosialisasi kebijakan, tetapi juga arena berbagi praktik terbaik dari beragam pelaku industri.
Salah satunya adalah Carbon Ethics nan memperkenalkan jasa kalkulasi emisi gas rumah kaca nan komprehensif bagi industri. Layanan ini membantu perusahaan untuk mengidentifikasi sumber emisi utama dan merencanakan strategi pengurangan nan efektif.
Jaecoo juga turut berperan-serta dengan menampilkan penemuan terbaru dalam pengembangan kendaraan ramah lingkungan. Teknologi hibrid dan elektrifikasi nan mereka kembangkan menawarkan pengganti transportasi dengan jejak karbon nan lebih rendah, mendukung upaya dekarbonisasi di sektor mobilitas industri.
Di sisi lain, SCG memperkenalkan beragam teknologi ramah lingkungan untuk sektor manufaktur, termasuk solusi efisiensi daya dan sistem pengolahan limbah terintegrasi. Inovasi ini menjadi contoh nyata gimana teknologi dapat mendukung transisi menuju produksi nan lebih berkelanjutan.
ID Survey juga datang memberikan pemaparan mengenai jasa Bisnis Hijau nan dapat membantu perusahaan memantau dan meningkatkan performa keberlanjutan mereka. Melalui kajian info nan komprehensif, jasa ini memungkinkan industri untuk mengukur akibat lingkungan secara jeli dan mengidentifikasi area perbaikan.
Sesi unik dalam forum ini membahas 'Ekosistem Industri Hijau untuk Mendorong Daya Saing IKM Berkelanjutan'. Para pelaku IKM seperti CV Akasia (IKM tersertifikasi industri hijau) dan PT Azaki Food Internasional (IKM pangan berorientasi ekspor) berbagi pengalaman transformasi mereka dalam menerapkan efisiensi daya dan material.
Asosiasi Pengrajin dan Pengusaha Batik Indonesia juga datang sebagai penampung aspirasi dan kebutuhan IKM dalam upaya transformasi menuju industri hijau. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa prinsip keberlanjutan dapat diterapkan pada beragam skala industri, dari perusahaan besar hingga upaya mini dan menengah.
Forum ditutup dengan konklusi bahwa keberhasilan transisi menuju industri hijau sangat berjuntai pada kerjasama lintas sektor: antara pemerintah pusat dan daerah, antara pelaku industri besar dan kecil, serta antara regulator dan lembaga pendukung.
FIH 2025 diharapkan menjadi agenda rutin untuk mengukur kemajuan dan memperbarui strategi berbareng dalam menghadapi tantangan perubahan suasana dan dinamika pasar global. Melalui upaya berbareng ini, Indonesia bergerak semakin dekat menuju visi industri nan tidak hanya berkekuatan saing, tetapi juga berkelanjutan.
(rir)