Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) buka bunyi soal kasus pencabulan nan diduga dilakukan anak berumur delapan tahun terhadap kawan mainnya di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Menteri PPPA, Arifah Fauzi menyinggung dalam kasus penanganan kasus kekerasan seksual nan melibatkan anak sebagai korban dan pelaku, tetap terjadi ketidaksesuaian dalam penyampaian info nan diperlukan korban soal penyelenggaraan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) di lapangan.
"Hal ini disebabkan belum meratanya pemahaman dan penerapan terhadap petunjuk UU SPPA di kalangan abdi negara penegak norma maupun petugas jasa perlindungan anak dan masyarakat di daerah," kata Arifah dalam keterangan tertulis, Rabu (11/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal ini dapat menimbulkan miskomunikasi, mispersepsi, dan penanganan nan belum berpihak pada kepentingan anak nan mempunyai kewenangan untuk mendapatkan penanganan dan perlindungan.
"Ini bukan semata kelalaian, tetapi lebih pada kebutuhan bakal training dan pembekalan nan hingga sekarang memang belum terselenggara merata," ucap dia.
Arifah menyebut saat ini Kemen PPPA berbareng Kementerian Hukum tengah berkoordinasi secara intensif untuk menyusun dan merampungkan pedoman penyelenggaraan training pencegahan dan penanganan tindak pidana kekerasan seksual.
Kemen PPPA berbareng Bareskrim Polri, lanjut dia, juga bakal melakukan asistensi berbareng dalam penanganan kasus-kasus serupa sebagai corak komitmen terhadap perlindungan anak nan holistik.
"Terkait penyelenggaraan diversi, krusial untuk memastikan proses tersebut melangkah dalam koridor UU SPPA dengan melibatkan pekerja sosial ahli dan pembimbing kemasyarakatan. Diversi bukan semata-mata pengalihan perkara, tetapi proses norma nan berbasis pemulihan," tutur dia.
"Dibutuhkan penelitian sosial (litsos) nan kuat dari Pekerja Sosial dan pendampingan dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas agar tindakan pembinaan nan diputuskan tidak hanya melindungi kepentingan pelaku, tetapi juga menjamin pemulihan bagi korban," imbuhnya.
Lebih lanjut, Arifah mengatakan pihaknya bakal terus mengawal proses hukum, memastikan pendampingan psikososial, dan perlindungan melangkah sesuai ketentuan perundang-undangan nan bertindak soal kasus pencabulan anak di Bekasi.
"Kita tidak boleh mengabaikan kewenangan atas rasa aman, perlindungan, dan keadilan bagi anak korban nan kudu betul-betul dipenuhi. Negara kudu berpihak secara tegas kepada korban, sekaligus menjalankan proses norma terhadap Anak nan Berkonflik dengan Hukum (AKH) dengan pendekatan nan adil, edukatif, dan tidak diskriminatif sesuai dengan UU SPPA," katanya.
Sebelumnya, seorang anak berumur delapan tahun di Kota Bekasi, Jawa Barat diduga melakukan tindakan pencabulan terhadap kawan mainnya. Disebut ada empat orang nan menjadi korban, namun baru dua korban nan buka suara.
"Kejadian ini terjadi sebulan lalu. Korbannya diduga ada empat orang tapi nan speak up baru dua, usia korban enam tahun dan lima tahun," kata Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi, Novrian kepada wartawan, Selasa (10/6).
Novrian mengungkapkan dari pendalaman sementara terungkap tindakan tak senonoh itu dilakukan pelaku lantaran pernah menjadi korban hingga kerap menonton movie porno.
"Karena pernah menjadi korban dan merasa ada sensasi nan berbeda saat melakukan itu. Dia juga sering nonton movie porno," ucap dia.
Novrian membeberkan korban mengalami trauma akibat tindakan pelecehan nan dialami. Bahkan, salah satu korban mengalami tantrum buntut kejadian tersebut.
Kasus ini diketahui juga telah dilaporkan oleh salah satu orang tua korban ke Polres Metro Bekasi Kota dan sedang dalam pendalaman.
"Sudah ditangani Reskrim," kata Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Kusumo Wahyu Bintoro.
(dis/dal)
[Gambas:Video CNN]