Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan langkah revisi terhadap sejumlah izin mengenai aktivitas tambang di pulau-pulau kecil.
Upaya revisi ini muncul setelah mencuatnya polemik izin tambang nikel di lima pulau mini di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Direktur Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan (DJPK) KKP Ahmad Aris mengatakan revisi diperlukan untuk menyelaraskan sejumlah patokan sektoral nan saat ini tetap tumpang tindih.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ke depan KKP bakal melakukan review terhadap peraturan nan mengenai di pulau-pulau kecil. Supaya terjadi harmonisasi. Jadi jangan sampai undang-undang ini tidak sinkron antara undang-undang nan ada," kata Aris saat ditemui di KPP, Jakarta Pusat, Rabu (11/6).
Aris menjelaskan secara hukum, pulau-pulau mini mempunyai status perlindungan nan ketat. Mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS), pulau dengan luas di bawah 10 ribu hektare (ha) dikategorikan sebagai tiny island alias pulau sangat kecil.
"Kelima pulau itu sebenarnya termasuk sebagai pulau-pulau kecil. Bahkan kategorinya adalah pulau sangat kecil," ujarnya merujuk pada letak tambang di Raja Ampat.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, aktivitas pertambangan bukanlah prioritas utama di pulau kecil.
"Disebutkan di Pasal 23 bahwa aktivitas pertambangan merupakan aktivitas nan tidak diprioritaskan. Itu artinya bahwa diprioritaskan dulu kegiatan-kegiatan selain pertambangan," jelas Aris.
Ia menambahkan UU 7/2007 juga melarang aktivitas tambang di pulau mini jika terbukti menyebabkan kerusakan lingkungan alias menimbulkan akibat sosial.
"Itu dilarang. Bahkan itu sudah ada putusan MK bahwa itu tidak diperbolehkan," tambahnya.
Meski demikian, Aris mengakui dalam praktiknya, terdapat perbedaan kewenangan antar lembaga nan menyebabkan aktivitas tambang tetap berlangsung. Ia mencontohkan letak tambang di Raja Ampat berada di area hutan, sehingga perizinannya dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup melalui sistem OSS (Online Single Submission).
"Kalau kami itu memberikan perizinan di pada areal penggunaan lainnya. Itu tentunya sesuai dengan rencana tata ruang. Ketika itu hutan, ialah kewenangan full di rimba katanya," jelasnya.
Menurut Aris, perlunya pengharmonisan patokan juga mencakup kewenangan pemberian izin dan rekomendasi, agar ke depan KKP tidak hanya berkuasa di wilayah APL (Areal Penggunaan Lain), tetapi juga turut terlibat dalam area rimba nan berada di pulau kecil.
"Jadi memang ini perlu ke depan pengharmonisan terhadap kewenangan KKP di dalam pemberian izin. Tidak hanya di APL, tapi juga di area hutan," kata dia.
[Gambas:Video CNN]
Menyikapi akibat lingkungan dari aktivitas tambang, Aris menegaskan KKP melalui tim Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) turut melakukan pengawasan di lapangan. Namun dia menyebut pengamatan terhadap akibat lingkungan memerlukan waktu lantaran berjuntai pada kondisi cuaca dan arus laut.
"Kalau misalnya cuacanya baik-baik saja, tidak ada gelombang, tidak ada hujan, itu dampaknya belum terlihat. Itu baru lihat dampaknya jika kelak ada hujan sehingga akhirnya ke laut, kemudian ke kita ke ada arus terbawa," terangnya.
Dampak utama nan diantisipasi, kata Aris, adalah sedimentasi nan merusak ekosistem pesisir seperti terumbu karang dan padang lamun.
"Itu kan tentunya mengganggu ekosistem pesisir. nan ekosistem pesisir kan mungkin bapak-ibu semua tahu bahwa itu adalah tempat memijahnya ikan, tempat untuk kegiatan-kegiatan wisata bahari," ujarnya.
Aris juga menyebut KKP mempunyai pedoman info pulau-pulau mini nan dapat diakses publik melalui sistem SIAP (Sistem Informasi Pulau-Pulau Kecil), meskipun belum tersedia dalam format real-time.
"Tapi nan mana izin, nan mana kondisi itu sudah ada. Tapi mungkin ke depan bakal kita terus perbaiki dan update," katanya.
Sebagai bagian dari langkah korektif, Aris menyebut KKP juga aktif melakukan inventarisasi terhadap praktik tambang di pulau mini di wilayah lain, termasuk Kepulauan Riau.
"Jadi kita terus melakukan upaya ini. Sampai kelak pengharmonisan aturan," ujar dia.
Polemik tambang di Raja Ampat mencuat setelah Kementerian ESDM mencatat lima perusahaan pemegang izin tambang nikel nan tersebar di lima pulau kecil.
Dua perusahaan mendapat izin dari pemerintah pusat, ialah PT Gag Nikel dan PT Anugerah Surya Pratama. Sementara tiga lainnya, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Nurham, mengantongi IUP dari pemerintah daerah. Presiden Prabowo telah mencabut empat dari lima izin tersebut setelah rapat terbatas di Istana.
(del/agt)