Endro Priherdityo
Sebagai nan pernah terpukau dengan Jurassic Park (1993), keputusan tribut dalam Jurassic World Rebirth adalah sebuah bingkisan berkesan.
Jakarta, CNN Indonesia --
Sebagai fans Jurassic Park (1993) sejak kecil, Jurassic World Rebirth jelas jadi salah satu penantian tersendiri bagi saya. Apalagi naskahnya kembali ditulis David Koepp nan juga menggarap movie legendaris tersebut, dan beberapa movie favorit saya seperti Angels & Demons (2009).
Namun kali ini Koepp tampaknya kurang bisa menahan saya untuk tetap berada dalam bumi nan dia ciptakan berbareng sutradara Gareth Edwards, secara konsisten selama 133 menit lama berjalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Koepp memang kembali sanggup membikin saya bernostalgia dengan sejumlah kisah nan mengingatkan pada movie pemenang Piala Oscar tersebut. Bahkan beberapa segmen seperti macam reka ulang dengan situasi nan berbeda, sehingga semacam tribut untuk movie itu.
Jelas adegan-adegan itu bisa membikin adrenalin dan serotonin dalam tubuh saya meningkat. Saya sangat menikmati momen-momen tribut itu, meskipun mungkin jika dipikir secara logika bakal ada banyak perihal ganjil.
Koepp dan Edwards juga tampak tetap memahami gimana merancang segmen ala Jurassic Park tersebut dan memodifikasinya dalam situasi Jurassic World Rebirth. Maka dari itu, saya sangat mengapresiasi perihal tersebut.
Review movie Jurassic World Rebirth (2025): bersyukur karena Koepp tidak memasukkan unsur romansa nan berlebihan dalam Jurassic World Rebirth. (Universal Pictures)
Namun di luar dari urusan nostalgia dengan kenangan lama, David Koepp tampak agak kewalahan dalam mengonsep sebuah cerita nan baru tetapi tak boleh terlalu jauh dari enam movie nan sudah ada dalam semesta waralaba dinosaurus itu. Sehingga ada bagian dalam movie ini nan terasa terlalu bertele-tele.
Seperti namanya, Rebirth, Koepp bagai ditantang oleh produser Frank Marshall dan Patrick Crowley untuk menghasilkan sebuah cerita baru nan berpotensi untuk menjadi pembuka trilogi baru setelah trilogi Jurassic World (2015-2022) berakhir.
Bagi saya, Jurassic World Rebirth terlalu memasukkan banyak perihal dalam cerita dan mengilmiahkan segala imajinasinya itu, apalagi terbilang utopis untuk kelas movie fiksi ilmiah. Salah satu nan menggelitik saya adalah penampilan pulau tropis letak dinosaurus ini berada nan sangat terlihat tak nyata.
Selain itu, cerita Jurassic World Rebirth begitu kompleks dan menjelimet tapi dituntut kudu disampaikan secara padat. Saking menjelimet tapi kudu padat tersebut, maka seolah langkah untuk bisa membuka ruang bakal pengembangan di masa depan adalah menyediakan sebuah pertanyaan terbuka.
Namun bukan studio besar Hollywood namanya jika tak membikin segala filmnya untuk kepentingan intermezo semata, apalagi termasuk untuk studio nan sekarang tak terlalu idealis milik Steven Spielberg, Amblin Entertainment. Yah namanya juga upaya ya.
Selain itu, jika bisa memberikan saran kepada David Koepp, ada sejumlah karakter nan sebenarnya tidak krusial dalam movie ini, seperti family nan terombang-ambing di lautan dengan seorang pemudanya nan nge-fly dan berkelakuan menyebalkan. Fungsi karakter dalam cerita tak terlihat alias berakibat itu sebaiknya dihilangkan saja.
Bahkan, Koepp sebenarnya bisa mengeksplorasi dari keberagaman karakter dan pola perilaku para dinosaurus nan bentuknya makin lama makin aneh. Gagasan mendomestikasi dinosaurus nan absurd dari Koepp dalam movie ini juga sebenarnya menggemaskan dan cocok untuk penonton anak-anak.
Jujur saja, saya lebih terhibur memandang perilaku para dinosaurus dibandingkan percakapan alias gimik komedi dari para pemain manusianya. Kapan lagi memandang Tyrannosaurus Rex ala Jurassic Park tidur 'ngangkang' macam kucing saya kala siang bolong? Atau memandang dengan gemas dua dinosaurus raksasa 'pelukan' meski sebenarnya sangat tak ilmiah?
Saya juga berterima kasih karena Koepp tidak memasukkan unsur romansa nan berlebihan dalam Jurassic World Rebirth. Karena rasanya sangat capek memandang movie layar lebar kudu menampilkan unsur romansa --apalagi seks-- dalam movie nan seringkali tak relevan dengan cerita utamanya.
Hubungan chemistry nan ditampilkan Scarlett Johansson, Mahershala Ali, dan Jonathan Bailey sebagai sebuah tim bagi saya sudah cukup untuk memandu jalannya cerita Jurassic World Rebirth. Ketiganya tampil secara padu sebagai trio menelusuri rimba belantara dan dikejar dinosaurus.
Review Jurassic World Rebirth: Mahershala Ali nan menunjukkan dirinya memang seorang tokoh kawakan dalam Jurassic World Rebirth. (dok. Universal Pictures via IMDb)
Sementara itu, pujian lebih saya berikan kepada ScarJo. Bagi saya, movie ini menampilkan potensi besar wanita 40 tahun tersebut dalam movie aksi. Bahkan saya merasa style ScarJo dalam movie ini jauh lebih keren dan memanjakan mata dibanding semasa dia tetap mengenakan kostum Black Widow.
Selain ScarJo, saya juga --kembali-- terpukau dengan Mahershala Ali nan menunjukkan dirinya memang seorang tokoh kawakan. Teringat gimana dirinya berakting dalam Moonlight (2016) dan Green Book (2018) nan mengganjarnya dengan Best Actor Oscar, Ali sungguh bagai sebuah bunglon bisa memerankan beragam tuntutan peran.
Dengan segala sajian tersebut, Jurassic World Rebirth memang sebuah cerita baru untuk kesempatan upaya dan semesta nan baru unik industri Hollywood, sekaligus mengingatkan saya bahwa momen pertama bakal selalu berkesan dan susah tergantikan.
[Gambas:Youtube]
(end)