Jakarta, CNN Indonesia --
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mohammad Choirul Anam mengatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kudu sejalan dengan prinsip kewenangan asasi manusia (HAM).
Ia menyebut rancangan ini tetap menyimpan banyak persoalan, meski ada beberapa perbaikan dibanding KUHAP lama.
"KUHAP itu nafasnya juga kudu nafas kewenangan asasi manusia," ujar Anam di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (2/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menegaskan, norma aktivitas semestinya menjamin perlindungan terhadap semua pihak dalam proses hukum, baik korban, saksi, maupun tersangka, sekaligus mengontrol penggunaan kewenangan oleh abdi negara penegak norma agar tidak dilakukan secara sewenang-wenang.
Anam mencatat sejumlah poin positif dalam draf RUU KUHAP. Di antaranya adalah adanya pengaturan perlakuan terhadap perempuan, penyandang disabilitas, dan lansia dalam proses hukum, nan sebelumnya tak diatur secara definitif dalam KUHAP lama.
"Itu juga lumayan walaupun tidak rigid," kata Anam.
Selain itu, dia menilai pengaturan gelar perkara nan melibatkan jaksa pengawas juga merupakan langkah maju. Gelar perkara nan dilakukan lebih awal diyakini dapat mempercepat proses penanganan perkara sehingga tidak menghalang kewenangan kebebasan seseorang.
"Prinsip utama di pidana itu cepat. Karena itu bersenggolan dengan kewenangan orang, kebebasan orang, kemerdekaan orang. Sekali beleset, orang bakal ditahan lama. Sekali beleset, dia kena status tersangka, tidak jelas-jelas apa prosesnya, reputasi dia juga hancur," kata Anam.
Anam juga mengkritisi pengaturan baru soal rencana penyelidikan nan sekarang mulai diatur dalam RUU KUHAP. Menurutnya, ketentuan ini positif sebagai corak transparansi, namun belum jelas siapa nan berkuasa mengontrol pelaksanaannya.
Ia juga menyoroti kemungkinan penyalahgunaan kewenangan oleh penyelidik jika rencana penyelidikan ini tak diawasi dengan ketat.
"Menangkap orang ya jangan penyelidik, tapi penyidik. Karena dengan interogator itu statusnya jauh lebih jelas daripada penyelidik. Penyelidik itu kan belum jelas nih," katanya.
Ia menduga sejumlah ketentuan dalam draf RUU KUHAP ini dibuat dengan pendekatan penanganan terorisme dan keamanan negara.
Hal ini menurutnya bermasalah jika diterapkan secara umum, terutama lantaran bisa mengikis prinsip-prinsip dasar HAM dalam proses peradilan.
Anam turut menyoroti pasal nan memungkinkan pembicaraan antara advokat dan pengguna dalam kasus tertentu, khususnya nan menyangkut keamanan negara, bisa disadap abdi negara penegak hukum. Menurut Anam perihal itu tidak bisa dibenarkan.
"Yang problem paling serius adalah pembicaraan advokat dengan pengguna nan dalam konteks keamanan negara itu bisa didengarkan oleh penegak hukum, oleh polisi maupun oleh jaksa. Itu nggak boleh," ujarnya.
Ia menekankan bahwa dalam sistem peradilan pidana nan menjunjung HAM, advokat adalah pihak nan kudu diberi ruang untuk mengontrol prosedur dan substansi.
"Kalau di level pembicaraan dan advokat sama klien, harusnya memang itu tertutup, apapun masalahnya," kata Anam.
Jangan tambal sulam pasal
Sementara itu Ketua Komisi Kejaksaan RI Pujiyono juga menyoroti pentingnya revisi KUHAP nan menurutnya sudah sangat tertinggal.
Ia menekankan revisi KUHAP kudu mencerminkan perubahan sistem, bukan sekadar tambal sulam pasal.
"Revisi KUHAP itu adalah perubahan sistem. Tambal sulam pasal bisa jadi menjawab persoalan-persoalan taktis, tapi jika tidak ada perubahan sistem, maka itu sama saja menurut saya omong kosong," ujarnya.
Pujiyono mengkritik DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) nan telah disusun DPR maupun pemerintah lantaran belum mencerminkan perubahan sistemik.
Ia pun menyoroti pasal larangan advokat berbincang di luar sidang sebagai salah satu contoh ketidaksesuaian dengan prinsip perlindungan norma dalam sistem peradilan.
Pujiyono menutup dengan afinitas pentingnya KUHAP sebagai ruh dari sistem norma pidana.
"KUHP ibaratnya adalah bodinya, norma materiil, tubuhnya. Tubuh tanpa ruh, tubuh tanpa jiwa, mati," pungkasnya.
Pembahasan RUU KUHAP ditargetkan rampung dalam waktu nan tidak lama dan bakal menyesuaikan berbareng KUHP nan mulai bertindak pada 1 Januari 2026.
Meski begitu, pembahasan RUU KUHAP sekarang tengah memicu polemik lantaran menyangkut perubahan sistem peradilan pidana nan berakibat pada perlindungan hak-hak tersangka, korban, hingga kebebasan pers.
Sejumlah pasal dinilai berpotensi menakut-nakuti keadilan proses norma dan menimbulkan ketimpangan kewenangan antar lembaga penegak hukum.
(fra/kay/fra)
[Gambas:Video CNN]