Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah China tengah mengevaluasi usulan Amerika Serikat (AS) untuk memulai pembicaraan dagang.
Pernyataan ini menandai perubahan nada nan lebih terbuka dari sebelumnya dan berpotensi membuka jalan bagi negosiasi perdagangan antara China dan AS.
"AS baru-baru ini telah mengirimkan sejumlah pesan kepada China melalui pihak-pihak terkait, berambisi untuk memulai pembicaraan. China saat ini sedang mengevaluasi perihal tersebut," ujar ahli bicara Kementerian Perdagangan China dalam pernyataan resmi, Jumat (2/5), melansir CNN Business.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan ini menunjukkan pelunakan sikap Beijing. Sebelumnya, China bersikap tegas dan menolak tawaran pembicaraan dengan AS di tengah ketegangan nan meningkat akibat perang dagang nan dikobarkan Presiden AS Donald Trump belakangan ini.
Trump telah berulang kali menyatakan sejak pekan lampau bahwa pemerintahannya sedang berbincang dengan pejabat China untuk mencapai kesepakatan dagang. Namun, pernyataan-pernyataan tersebut terus dibantah oleh pemerintah China.
Namun, Beijing kembali menegaskan bahwa setiap negosiasi kudu memenuhi sejumlah prasyarat.
"Perang tarif dan jual beli dimulai secara sepihak oleh AS. Jika mau bernegosiasi, mereka kudu menunjukkan ketulusan sejati, termasuk bersedia memperbaiki kesalahan dan mencabut kenaikan tarif sepihak," tambah sang ahli bicara itu.
"Sikap China tetap konsisten, jika ini pertarungan, kami bakal jalani hingga akhir. Jika ini pembicaraan, pintunya terbuka," imbuhnya.
Sehari sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan tarif nan diberlakukan Trump telah merugikan ekonomi China, hilangnya lapangan kerja, dan bahwa Beijing mau segera berdialog.
"Pihak China sedang menghubungi, mereka mau bertemu, mereka mau berbicara," ujarnya dalam wawancara dengan Fox News.
Ia menambahkan bahwa pembicaraan jual beli "akan segera terjadi."
Arus perdagangan besar antara dua ekonomi terbesar bumi sekarang terancam. Awal bulan ini, Trump meningkatkan tarif terhadap produk-produk asal China hingga 145 persen, nan membikin banyak pelaku upaya China kesulitan untuk tetap berbisnis dengan AS.
Sebagai balasan, Beijing meningkatkan tarif terhadap produk-produk asal AS hingga 125 persen.
Tarif tinggi dari AS telah memberikan akibat signifikan pada ekonomi China nan berjuntai pada ekspor dan manufaktur.
[Gambas:Video CNN]
Pesanan ekspor menurun, produksi pabrik terhenti. Sementara itu, info resmi menunjukkan aktivitas pabrik menyusut pada April dengan laju tercepat dalam 16 bulan terakhir, perihal ini menandakan besarnya kerusakan akibat tarif nan sangat tinggi.
Beberapa peritel besar AS seperti Walmart dan Target memang telah kembali melakukan upaya dengan pemasok China, namun banyak pabrik di negara itu tetap belum beraksi dan tengah menjajaki pasar pengganti seperti Eropa.
Federasi Ritel Nasional AS memperkirakan impor ke AS pada paruh kedua 2025 bakal turun setidaknya 20 persen dibanding tahun sebelumnya.
Penurunan dari China diperkirakan jauh lebih drastis. JP Morgan memprediksi impor dari negara tersebut bakal turun antara 75 persen hingga 80 persen.
Komentar terbaru dari Beijing muncul setelah beberapa hari saling klaim antara pejabat AS dan China mengenai apakah pembicaraan memang sedang berlangsung, di tengah keengganan kedua pihak untuk terlihat sebagai pihak pertama nan mundur.
Pekan lalu, Trump terlihat mulai melunakkan sikapnya, dengan mengatakan tarif tinggi AS atas barang-barang China bakal "turun secara substansial". Ia berjanji bakal bersikap "sangat baik" di meja perundingan demi mendorong Presiden Xi Jinping untuk membuka dialog.
Namun, kemauan Trump untuk meredakan perang jual beli itu ditolak oleh Beijing. Pemerintah China secara konsisten menuntut pencabutan seluruh tarif atas produk-produknya sebagai prasyarat pembicaraan.
Kementerian Luar Negeri China juga membagikan video mencolok di media sosial nan menyatakan bahwa China tidak bakal "berlutut" kepada pemimpin AS nan mereka sebut sebagai "penindas".
(del/agt)