Jakarta, CNN Indonesia --
Tim Investigasi Independen Badan Gizi Nasional (BGN) menyimpulkan penyebab keracunan massal yang menimpa 1.315 siswa di Bandung Barat berasal dari kadar nitrit nan sangat tinggi pada makanan.
Temuan ini menjadi titik terang setelah serangkaian uji laboratorium dan wawancara dengan korban maupun tenaga kesehatan.
"Kami berkesimpulan, senyawa nitrit menjadi penyebabnya," ujar Ketua Tim Investigasi Independen BGN Karimah Muhammad dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (3/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karimah mengungkapkan hasil investigasi dilakukan dengan memeriksa korban langsung, menemui master di Puskesmas Cipongkor dan RSUD Cililin, meneliti indikasi nan dialami siswa, hingga mempelajari hasil uji mikrobiologi dan toksikologi dari Labkesda Jawa Barat.
Dari hasil itu, ditemukan kadar nitrit tinggi pada sampel buah melon dan lotek nan dikonsumsi siswa.
Menurut Karimah, kadar nitrit nan terdeteksi mencapai 3,91 dan 3,54 mg/L. Angka ini jauh melampaui standar internasional. Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) membatasi nitrit maksimum hanya 1 mg/L, sementara otoritas kesehatan Kanada menetapkan 3 mg/L.
"Kalau merujuk standar EPA, kadar nitrit dalam sampel nyaris empat kali lipat dari pemisah maksimum," ujarnya.
Nitrit secara alami memang terkandung dalam buah dan sayuran, namun kadarnya bisa meningkat akibat aktivitas kuman nan mengubah nitrat menjadi nitrit.
Gejala nan ditunjukkan korban pun sesuai dengan keracunan nitrit, seperti mual, muntah, dan nyeri lambung sebanyak 36 persen, pusing akibat pelebaran pembuluh darah sebanyak 29 persen, hingga lemas dan sesak napas lantaran gangguan penyaluran oksigen dalam darah.
Menariknya, diare nan biasanya menjadi indikasi dominan keracunan makanan justru hanya muncul pada 3 persen korban.
Tim investigasi menegaskan tidak menemukan kuman rawan penyebab keracunan makanan, seperti Escherichia coli, Staphylococcus aureus, maupun Bacillus cereus. Racun lain seperti sianida, arsen, logam berat, alias pestisida juga tidak ditemukan.
Karimah menjelaskan pengaruh nitrit tidak selalu merata pada setiap orang, lantaran unsur tersebut bisa tersebar tidak merata dalam makanan. Anak dengan daya tahan tubuh kuat bisa mendetoksifikasi nitrit lebih cepat, sementara nan lebih rentan bisa mengalami indikasi berat.
Soal tingginya nomor korban, dia menyebut jumlah 1.315 siswa tercatat lantaran adanya imbauan agar semua penerima MBG nan merasa sakit datang ke puskesmas alias RSUD untuk pemeriksaan gratis. Akibatnya, tidak semua nan datang mengalami keracunan serius.
Dari total pasien, hanya 7 persen nan kudu dirawat inap, sedangkan 93 persen lainnya cukup diberi obat dan langsung pulang.
Obat nan diberikan pun relatif ringan, seperti parasetamol, ondansetron untuk muntah, dan omeprazole untuk nyeri lambung. Pasien rawat inap sebagian mendapat cairan infus dan obat tambahan.
Tercatat, tidak ada pasien nan memerlukan obat antikejang, lantaran indikasi nan tampak seperti tegang pada sebagian siswa sebenarnya adalah kram akibat nyeri lambung.
[Gambas:Video CNN]
(del/sfr)