Jakarta, CNN Indonesia --
Pengobatan menggunakan air rebusan alias ekstrak cacing tanah untuk tipes sudah lama terkenal di masyarakat. Sebagian orang apalagi menganggapnya manjur lantaran diyakini membantu meredakan peradangan.
Namun, gimana sebenarnya praktik ini dilihat dari kacamata medis?
Tipes alias demam tifoid adalah penyakit jangkitan akibat kuman Salmonella typhi. Penyakit ini banyak ditemukan pada anak-anak, terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah tingginya kasus, muncullah beragam pengganti pengobatan tradisional, termasuk konsumsi air rebusan cacing.
Mengapa cacing dianggap berkhasiat?
Secara tradisional, cacing tanah (Lumbricus rubellus) telah digunakan sebagai obat tifoid lantaran mengandung senyawa Lumbricin-1. Senyawa ini diyakini mempunyai aktivitas antibakteri dan antiinflamasi.
Selain itu, ekstrak cacing juga diketahui mengandung senyawa fenol nan berkarakter antioksidan. Zat ini berpotensi membantu mengurangi peradangan dalam tubuh, termasuk pada pasien tipes.
Beberapa penelitian laboratorium pun sempat menunjukkan adanya area hambat pertumbuhan kuman Salmonella typhi ketika diberi ekstrak cacing. Namun, temuan ini tidak serta-merta kondusif alias efektif dikonsumsi manusia.
Melansir penelitian dengan titel Pengaruh Air Rebusan Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) Metode Decocta dan Metode Infusa Terhadap Pertumbuhan Bakteri Salmonella typhi Secara Invitro nan terbit di Poltekkes Palembang menyebut, meski hasil uji laboratorium tampak menjanjikan, para mahir menegaskan bahwa bukti penggunaan air rebusan cacing untuk tipes pada manusia tetap sangat terbatas.
Mayoritas penelitian dilakukan pada kultur kuman di laboratorium alias pada hewan. Belum ada uji klinis nan bisa memastikan bahwa air rebusan cacing aman, efektif, serta mempunyai dosis nan jelas untuk manusia.
Dengan kata lain, manfaatnya baru sebatas potensi, belum terbukti secara medis.
Risiko konsumsi air rebusan cacing
Mengonsumsi air rebusan cacing bukan tanpa bahaya. Berikut beberapa risikonya:
1. Kontaminasi kuman dan parasit
Cacing hidup di tanah nan kaya bakteri. Jika proses pembersihan tidak betul-betul steril, air rebusannya justru berpotensi membawa kuman rawan lain nan bisa memperburuk infeksi.
2. Potensi alergi
Beberapa orang mungkin sensitif terhadap protein hewani tertentu. Konsumsi air rebusan cacing dapat memicu reaksi alergi seperti gatal, mual, muntah, alias apalagi sesak napas.
3. Tidak ada dosis nan jelas
Berbeda dengan obat medis nan melalui uji klinis ketat, air rebusan cacing tidak mempunyai standar dosis. Kelebihan konsumsi justru bisa menimbulkan pengaruh samping nan tidak terduga.
Bahaya nan paling besar adalah ketika pasien tipes menunda pengobatan medis lantaran mengandalkan air rebusan cacing. Padahal, tipes memerlukan antibiotik unik nan hanya bisa diresepkan oleh tenaga medis.
Menunda pengobatan dapat membikin kondisi semakin parah, apalagi memicu komplikasi seperti perdarahan usus dan kebocoran usus.
Walau terdapat potensi faedah berasas penelitian awal, penggunaan air rebusan cacing untuk mengobati tipes belum terbukti kondusif maupun efektif untuk manusia. Risiko kontaminasi hingga penundaan pengobatan medis membikin praktik ini tidak disarankan.
Jika mengalami indikasi tipes seperti demam tinggi, lemas, diare alias sembelit, segera periksa ke dokter. Pengobatan nan tepat dan sigap jauh lebih kondusif daripada mencoba terapi nan bukti klinisnya tetap lemah.
(tis/tis)
[Gambas:Video CNN]
10 jam yang lalu
English (US) ·
Indonesian (ID) ·